Rasio Dosen
Berita dan Informasi

Rasio Dosen Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin

13 April 2016 | Muhammad Amin | 1.462 kali dilihat


Rasio Dosen Ketentuan penghitungan rasio dosen dan mahasiswa diperbarui untuk meningkatkan jumlah perguruan tinggi yang memenuhi ketentuan nisbah. Untuk itu pemerintah menerbitkan peraturan tentang status dosen khusus yang dapat diperhitungkan sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi. Pemenuhan rasio dosen dan mahasiswa ideal menjadi salah satu tolok ukur kesehatan suatu program studi dan institusi perguruan tinggi sehingga harus dipenuhi. Namun, selama ini, rasio ideal tersebut sulit terpenuhi. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, di Jakarta,  menjelaskan, tidak terpenuhinya rasio ideal dosen dan mahasiswa itu untuk program studi eksakta 1 : 30 dan ilmu sosial 1 : 45, terjadi baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Banyak perguruan tinggi yang punya rasio di atas 1 : 100. Berdasarkan pendataan oleh Kemristek dan Dikti, kekurangan dosen di perguruan tinggi negeri 1.469 dosen, sedangkan di perguruan tinggi swasta mencapai 4.597 dosen. Kekurangan dosen menyebar di Kopertis I-XIV. Kekurangan terbanyak dialami perguruan tinggi di Kopertis IV di Jawa Barat, lalu di Kopertis I Sumatera Utara. Menurut Nasir, selama ini, penghitungan rasio dosen dan mahasiswa basisnya dosen yang memiliki nomor induk dosen nasional (NIDN). Mereka berhak mendapatkan tunjangan sertifikasi dosen maupun tunjangan kehormatan dari pemerintah. Padahal, di perguruan tinggi ada banyak dosen potensial lainnya, misalnya, dari pensiunan guru besar hingga pensiunan pegawai pemerintah, yang sudah lama mengajar dan memenuhi syarat sebagai dosen. Namun, keberadaan mereka tidak diperhitungkan sebagai dosen. "Dari berbagai masukan yang kami himpun, ketentuan ini memberatkan. Karena itu, dibuat peraturan menteri sebagai dasar dikeluarkannya nomor induk dosen khusus (NIDK) yang juga bisa dihitung sebagai dosen," jelas Nasir. Dosen dengan NIDK menjadi tanggung jawab perguruan tinggi bersangkutan. Perekrutan dosen harus mengutamakan kualitas. Bagi dosen yang mengajar tidak penuh waktu, Kemristek dan Dikti memberikan nomor urut pendidik. Dengan peraturan baru itu, kata Nasir, banyak perguruan tinggi yang bisa memperbaiki rasio dosen dan mahasiswanya. Jika masih ada program studi yang nisbah dosen dan mahasiswanya lebih dari 100 hingga akhir 2015, statusnya akan dinonaktifkan. Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Thomas Suyatno menyambut gembira kebijakan itu karena memberi kesempatan bagi perguruan tinggi swasta untuk memenuhi ketentuan ideal rasio dosen dan mahasiswa. Ada sebanyak 636 perguruan tinggi swasta yang nisbah dosen dan mahasiswa tidak sesuai ketentuan dan 124 perguruan tinggi swasta punya rasio dosen dan mahasiswa lebih dari 100. Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin sendiri menyikapi ungkapan dari Menristek tersebut dengan melakukan perekrutan beberapa alumnus yang berasal dari SMK Farmasi ISFI yang melanjutkan program S1 dan S2 di Beberapa Universitas terkenal di Solo dan Yogyakarta, Alhamdulillah setelah melalui beberapa proses administrasi dari kopertis wilayah XI yang menaungi Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin, akhir Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN), sehingga dapat memperbesar rasio dosen Akfar ISFI Banjarmasin 1 : 24,7 dengan kata lain sangat memenuhi syarat sebagai sebuah perguruan tinggi dosen. Adapun seperti diungkapkan Menristek rasio dosen minimal untuk Program Studi Eksakta 1:30. Inipun kami Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin belum mengNIDKkan beberapa dosen luar kami. (iwn)    

Berita Lainnya


Liburan Civitas Akademika STIKES ISFI Banjarmasin ke Loksado, Kandangan

29 November 2024 | Aufa Riduan Cahyadi

Baca Selengkapnya

STIKES ISFI Banjarmasin menyelenggarakan Outbound Mahasiswa"One Time, One Dream: Make a Teamwork Get the Dream Work

25 November 2024 | Aufa Riduan Cahyadi

Baca Selengkapnya

STIKES ISFI Banjarmasin Rayakan Akreditasi Prodi S1 Farmasi klinis dan komunitas"Baik Sekali" dengan Santunan ke Panti Asuhan Putri Harapan Ibu Banjarmasin

18 November 2024 | Aufa Riduan Cahyadi

Baca Selengkapnya