Belajar di Tengah Masyarakat: Pembekalan KKN Hadirkan Bekal Teknis dan Nilai Humanis
12 December 2025 | Intan | 29 kali dilihat
Banjarmasin | STIKES ISFI NEWS. Suasana Kampus STIKES ISFI Banjarmasin pada Kamis, 11 Desember 2025, dipenuhi antusiasme ketika puluhan mahasiswa mengikuti pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2025. Mengusung tema “Penguatan Komunikasi dan Pengelolaan Timeline Pelaksanaan KKN untuk Meningkatkan Keberhasilan Program,” kegiatan ini dirancang untuk memperkuat kesiapan mahasiswa sebelum diterjunkan ke Kabupaten Banjar dan Kab Barito Kuala. LPPM menegaskan bahwa KKN bukan sekadar agenda wajib akademik, tetapi ruang pembentukan karakter, empati, dan profesionalisme mahasiswa sebagai calon tenaga kesehatan. “KKN adalah ruang belajar nyata untuk melihat persoalan masyarakat dan menempatkan diri sebagai bagian dari solusi,” disampaikan dalam pengantar kegiatan. Karena itu, pembekalan tahun ini berfokus pada dua kemampuan utama: berkomunikasi secara efektif dan mengelola program secara terstruktur.
Sesi pertama, yang dipandu apt. Yugo Susanto, mengupas tuntas pentingnya komunikasi efektif di tengah masyarakat. Dengan pendekatan yang ringan namun bermakna, ia menjelaskan bagaimana kejelasan pesan, etika berbicara, dan kemampuan membaca dinamika sosial menjadi fondasi keberhasilan interaksi mahasiswa dengan perangkat desa, kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan warga. “Kalau komunikasi kita tidak tepat, program yang bagus pun bisa salah dipahami,” tegasnya. Ia mengingatkan bahwa mahasiswa harus mampu beradaptasi dengan karakter audiens yang berbeda-beda, memahami sensitivitas budaya, dan menghindari pola komunikasi yang dapat menimbulkan resistensi. Dalam penjelasannya, komunikasi bukan hanya penyampaian pesan, tetapi juga sikap menghargai, kesediaan mendengar, dan kemampuan merangkul masyarakat dalam setiap kegiatan. Contoh-contoh situasi lapangan—mulai dari mengundang warga menghadiri penyuluhan hingga menyampaikan rekomendasi kesehatan—diberikan untuk membantu mahasiswa memahami peran komunikasi dalam menciptakan hubungan yang harmonis.
Memasuki sesi kedua, mahasiswa diajak memahami pentingnya pengelolaan timeline KKN, sebuah aspek yang kerap diabaikan namun sangat menentukan kelancaran kegiatan. Pak Yugo menekankan bahwa timeline bukan sekadar daftar kegiatan yang disusun rapi, melainkan peta kerja yang memberi arah jelas serta menghindarkan mahasiswa dari tumpang tindih aktivitas. “Tanpa timeline yang realistis, kalian bisa kewalahan oleh aktivitas sendiri,” ujarnya. Mahasiswa diajak menyusun rencana kerja berdasarkan analisis kebutuhan masyarakat, menentukan prioritas program, membagi tugas dalam kelompok, dan membuat skenario antisipasi jika terjadi perubahan. Ia mengingatkan bahwa pekerjaan lapangan sangat dinamis—cuaca, agenda desa, atau keterbatasan fasilitas dapat memengaruhi rencana—sehingga kemampuan beradaptasi menjadi hal penting. Dalam sesi ini, mahasiswa juga diberikan gambaran mengenai ritme KKN yang sebenarnya: padat, penuh interaksi sosial, namun sarat peluang untuk memberi dampak langsung bagi masyarakat.
Selain keterampilan teknis, pembekalan ini menegaskan nilai-nilai kemanusiaan yang melekat dalam kegiatan pengabdian masyarakat. Pak Yugo menyampaikan bahwa mahasiswa bukan hanya membawa ilmu pengetahuan, tetapi juga membawa harapan bagi masyarakat. Dengan nada reflektif, ia berkata, “Ketika kalian masuk ke desa, kalian membawa nama institusi dan membawa ilmu kesehatan yang diharapkan memberi manfaat. Karena itu, setiap langkah, tutur kata, dan keputusan kalian memiliki arti bagi masyarakat.” Ia mengingatkan bahwa perubahan perilaku atau peningkatan kesadaran kesehatan tidak terjadi seketika. Meski demikian, kontribusi kecil dari mahasiswa dapat menjadi langkah awal perubahan yang lebih besar. Mahasiswa diharapkan mampu memahami konteks sosial masyarakat, bersikap rendah hati, serta membangun hubungan saling percaya. Pembekalan ini juga menyoroti pentingnya dokumentasi program, evaluasi kegiatan, dan penyusunan laporan sebagai bagian integral dari pertanggungjawaban akademik dan profesional.
Pada penutup kegiatan, diskusi berlangsung hangat ketika mahasiswa mengajukan berbagai pertanyaan terkait tantangan yang mungkin muncul selama KKN. Mereka mempertanyakan hubungan dengan tokoh masyarakat, cara menyusun edukasi kesehatan yang efektif, hingga strategi menciptakan kegiatan yang berkelanjutan setelah KKN berakhir. Semua pertanyaan dijawab dengan contoh konkret sehingga mahasiswa memperoleh gambaran yang lebih realistis. LPPM berharap pembekalan ini dapat membentuk kesiapan mental, kemampuan komunikasi, dan kecakapan perencanaan yang kuat pada diri mahasiswa. “Yang penting, kalian pergi dengan niat baik, bekerja dengan rencana jelas, dan kembali membawa pengalaman berharga,” tutup Pak Yugo. Dengan berakhirnya pembekalan, mahasiswa STIKES ISFI Banjarmasin diharapkan siap mengimplementasikan tridharma perguruan tinggi, khususnya pengabdian kepada masyarakat, secara profesional dan berdampak bagi warga setempat.(wps2025)